Beranda | Artikel
Orang-Orang Yang Malang
Kamis, 22 September 2016

Bismillah.

Ada sebuah ucapan yang masyhur dari Malik bin Dinar rahimahullah. Beliau mengatakan, “Orang-orang yang miskin (baca: malang) dari penduduk dunia. Mereka keluar dari dunia dalam keadaan belum merasakan sesuatu yang paling baik/lezat di dalamnya.”

Orang-orang bertanya kepada beliau, “Apakah sesuatu yang paling lezat di dalamnya?” beliau menjawab, “Mencintai Allah, tenang bersama-Nya, rindu bertemu dengan-Nya, dan menikmati kesejukan dzikir dan taat kepada-Nya.” (lihat al-Majmu’ al-Qayyim, 1/160)

Kaum muslimin yang dirahmati Allah, adalah kenikmatan yang sangat besar bagi kita; ketika Allah berikan taufik kepada kita sehingga menjadi termasuk diantara kaum muslimin pengikut ajaran nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebuah nikmat yang sangat besar. Allah berfirman (yang artinya), “Sungguh Allah telah memberikan karunia kepada orang-orang yang beriman; yaitu ketika Allah mengutus di tengah-tengah mereka seorang rasul dari kalangan mereka sendiri. Dimana dia membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, menyucikan diri-diri mereka, dan mengajarkan kepada mereka al-Kitab dan al-Hikmah/as-Sunnah, dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar berada dalam kesesatan yang amat nyata.” (Ali ‘Imran : 164)

Dengan mengikuti petunjuk dan bimbingan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam -yaitu al-Qur’an dan as-Sunnah- maka seorang insan akan menjadi bahagia di dunia dan di akhirat. Hal ini sebagaimana telah ditegaskan oleh Allah dalam ayat-Nya (yang artinya), “Maka barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku niscaya dia tidak akan sesat dan tidak pula celaka.” (Thaha : 123)

Sebaliknya, dengan berpaling dari ajaran Islam dan menentang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam akan menjerumuskan ke dalam kebinasaan dan pedihnya azab Jahannam. Allah berfirman (yang artinya), “Barangsiapa menentang rasul setelah jelas baginya petunjuk dan mengikuti selain jalan orang-orang beriman, maka Kami akan membiarkan dia terombang-ambing bersama kesesatan yang dia pilih, dan kelak Kami akan masukkan dia ke dalam Jahannam; dan sesungguhnya Jahannam itu adalah seburuk-buruk tempat kembali.” (an-Nisaa’ : 115)

Islam inilah agama yang diridhai oleh Allah dan akan mengantarkan pemeluknya ke dalam nikmatnya kehidupan dan indahnya surga yang abadi. Allah berfirman (yang artinya), “Barangsiapa mencari selain Islam sebagai agama, maka tidak akan diterima darinya dan di akhirat dia akan termasuk golongan orang-orang yang merugi.” (Ali ‘Imran : 85)

Nikmatnya iman dan lezatnya ketaatan hanya akan dirasakan di dunia oleh orang-orang yang menjadikan Islam sebagai jalan hidupnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Pasti akan merasakan lezatnya iman; orang yang ridha Allah sebagai Rabb, Islam sebagai agama, dan Muhammad sebagai rasul.” (HR. Muslim)

Islam telah membawa para sahabat dari gelapnya syirik dan budaya jahiliyah menuju indahnya tauhid dan terangnya keimanan. Umar bin Khaththab radhiyallahu’anhu mengatakan, “Kami adalah sebuah kaum yang telah dimuliakan oleh Allah dengan Islam; maka kapan saja kami mencari kemuliaan dengan selain Islam niscaya Allah akan menghinakan kami.”

Nikmat iman inilah yang membuat seorang budak bernama Bilal rela untuk menanggung siksaan dari majikannya demi mempertahankan kalimat tauhid. Nikmat iman inilah yang membuat seorang dermawan bernama Abu Bakar untuk membebaskan Bilal. Nikmat iman inilah yang membuat pasangan suami istri bernama Yasir dan Sumayyah rela mengorbankan nyawanya untuk mempertahankan aqidah. Nikmat iman inilah yang membuat Ka’ab bin Malik bersama dua orang temannya untuk memilih berkata jujur sehingga diboikot/tidak diajak bicara berminggu-minggu oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya. Nikmat iman inilah yang membuat seorang bernama Abu Hurairah mau bersabar menanggung lapar demi menggali ilmu dari seorang insan yang paling dicintainya shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Merasakan nikmatnya ketaatan dan lezatnya amal salih, sejuknya dzikir dan hangatnya keikhlasan, segarnya hidayah dan teduhnya penghambaan. Kenikmatan-kenikmatan ruhiyah yang menghiasi hati kaum beriman jauh lebih berharga dan lebih indah daripada kenikmatan-kenikmatan badaniyah berupa harta, kesehatan, dan semacamnya. Allah berfirman (yang artinya), “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah harta dan anak-anak kalian melalaikan kalian dari mengingat Allah. Barangsiapa melakukan hal itu maka mereka itulah orang-orang yang merugi.” (al-Munafiqun : 9)

Abul ‘Abbas al-Harrani rahimahullah mengatakan, “Dzikir bagi hati laksana air bagi ikan. Maka bagaimanakah keadaan seekor ikan apabila memisahkan diri dari air?”. Hati akan menjadi hidup dan bercahaya dengan dzikir dan keimanan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Perumpamaan orang yang mengingat Rabbnya dengan orang yang tidak mengingat Rabbnya seperti perbandingan antara orang yang hidup dengan orang yang mati.” (HR. Bukhari)

Majelis ilmu dan halaqah dzikir adalah taman-taman surga yang akan menyejukkan hati dan menyirami nurani dengan hidayah dan petunjuk Rabbnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila kalian melewati taman-taman surga, singgahlah!” Mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah itu taman-taman surga?” Beliau menjawab, “Halaqah-halaqah dzikir.” (HR. Tirmidzi, hadits hasan, lihat al-Wabil ash-Shayyib, hal. 65)

Dzikir -sebagaimana dikatakan oleh Sa’id bin Jubair- mencakup segala bentuk ketaatan kepada Allah. Barangsiapa taat kepada Allah sesungguhnya dia tengah berdzikir kepada-Nya. Dan barangsiapa yang tidak taat kepada Allah maka dia bukanlah orang yang sebenar-benarnya berdzikir kepada-Nya walaupun dia banyak membaca tasbih, tahlil, dan tilawah al-Qur’an. Oleh sebab itu para ulama salaf menafsirkan ‘halaqah dzikir’ dengan majelis-majelis ilmu; yang di dalamnya dibahas tentang halal dan haram, tentang hidayah dan kesesatan.

Orang-orang yang malang -seperti yang dikatakan oleh Malik bin Dinar- adalah mereka yang hidup di alam dunia -dengan merasakan segala nikmat dunia dari Allah- namun tidak [mau] merasakan kelezatan iman, dzikir, tauhid, dan amal salih. Allah berfirman (yang artinya), “Allah adalah penolong bagi orang-orang yang beriman; yang mengeluarkan mereka dari kegelapan-kegelapan menuju cahaya. Dan orang-orang kafir penolong mereka adalah thaghut; yang mengeluarkan mereka dari cahaya menuju kegelapan…” (al-Baqarah : 257)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang membaca ‘subhanallahi wabihamdih’ maka akan ditanamkan untuknya sebuah pohon kurma di surga.” (HR. Tirmidzi, hadits hasan sahih, lihat al-Wabil ash-Shayyib, hal. 75)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh apabila aku membaca ‘subhanallah, alhamdulillah, laa ilaha illallah, dan Allahu akbar’ itu lebih aku cintai daripada dunia ini yang mana matahari terbit di atasnya.” (HR. Muslim)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang pada sore hari atau pagi hari membaca ‘Radhiitu billaahi Rabban wa bil islaami diinan wa bi Muhammadin -shallallaahu ‘alaihi wa sallam- rasuulan’ maka layak baginya untuk mendapatkan keridhaan dari Allah.” (HR. Tirmidzi, hadits hasan, lihat al-Wabil ash-Shayyib, hal. 77)

Hadits yang agung ini -sebagaimana dijelaskan oleh sebagian ulama- merupakan salah satu dalil yang menunjukkan atau mengisyaratkan pentingnya mempelajari tiga landasan utama; yaitu mengenal Allah, mengenal Islam, dan mengenal nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Dari sinilah kita bisa mengetahui bahwa sesungguhnya hakikat ‘orang-orang yang malang’ itu adalah mereka yang tenggelam dalam kelalaian, syirik, kekafiran, kemunafikan, dan kebid’ahan. Orang-orang yang tidak mentauhidkan Allah dan tidak mau tunduk kepada ajaran Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Orang-orang yang lebih memperturutkan segala kemauan hawa nafsunya dan menobatkannya sebagai panglima dan komandan dalam hidupnya. Orang-orang yang mengangkat sesembahan tandingan bagi Allah; padahal semua sesembahan itu tidak mendatangkan manfaat atau mudhorot kepada mereka, tetapi mereka tetap saja ‘ngotot’ dengan alasan, “Mereka itu adalah para pemberi syafa’at bagi kami di sisi Allah.” (Yunus : 18)

Orang-orang yang malang itu lebih menjunjung tinggi pendapat dan perasaannya di atas petunjuk dan bimbingan Allah. Sebagian ulama menasihatkan, ‘fakun ma’a muraadihi minka wa laa takun ma’a muraadika minhu’ yang artinya, “Jadilah [tunduk] bersama kehendak Allah kepadamu dan janganlah menjadi [pembangkang] bersama kehendakmu kepada-Nya.” Orang-orang yang malang lebih mengutamakan kehidupan dunia -yang sementara dan akan sirna- daripada kehidupan akhirat -yang kekal dan selama-lamanya-. Orang-orang yang malang menjadikan dunia ini sebagai surga -dimana dia berbuat di dalamnya sesuka hati tanpa ada larangan dan aturan yang mengekang hawa nafsunya- adapun orang-orang yang bahagia menjadikan dunia ini sebagai samudera -dimana mereka menjadikan amal salihnya sebagai bahtera untuk berlayar di atasnya-.

Imam Malik rahimahullah mengatakan -seolah beliau sedang menasihati kita semuanya yang hidup di masa kini-, “as-Sunnah -yaitu ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya- adalah bahtera Nabi Nuh. Barangsiapa menaikinya dia akan selamat. Dan barangsiapa tidak ikut naik di atasnya pasti akan tenggelam.”

Syaikh Abdurrazzaq al-Badr hafizhahullah menuturkan sebuah kalimat yang indah -dengan nada memberikan nasihat dan bimbingan untuk kita semuanya-, “Bukanlah yang mengherankan (aneh) adalah pada diri orang yang celaka; bagaimana dia bisa celaka. Akan tetapi yang mengherankan (mengagumkan) adalah pada diri orang yang selamat; bagaimana caranya dia bisa selamat.” (lihat transkrip Syarh al-Qawa’id al-Arba’ oleh beliau yang diterbitkan oleh www.ajurry.com, hal. 13)

Di sinilah kami kembali teringat sebuah doa yang dibaca oleh seorang ulama -sebagaimana dikisahkan oleh Ustadz Afifi; semoga Allah senantiasa menjaganya dan memberkahi umurnya- bahwa beliau mengatakan ‘Allahumma ahyinaa ‘alal Islam wa amitnaa ‘alas Sunnah’ yang artinya, “Ya Allah, hidupkanlah kami di atas Islam dan matikanlah kami di atas Sunnah -yaitu di atas ajaran Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam-.”

Hal itu tidak lain karena sesungguhnya hati umat manusia berada diantara jari-jemari ar-Rahman; dimana Allah membolak-baliknya sebagaimana apa yang dikehendaki-Nya. Allah berikan petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan Allah sesatkan siapa pun yang dikehendaki-Nya dengan penuh keadilan dari-Nya. “Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu. Wahai Dzat yang memalingkan hati, palingkanlah hatiku menuju ketaatan kepada-Mu.” Semoga kita tidak meninggalkan doa itu, sebagaimana suri tauladan dan panutan kita Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam -orang yang paling berilmu dan paling bertakwa- pun senantiasa membaca doa yang agung ini dalam hari-hari yang beliau lalui…


Artikel asli: https://www.al-mubarok.com/orang-orang-yang-malang/